Prolog :
Aku merasakannya
tapi tidak bisa mengungkapkannya. Di atas rumput ini aku terduduk dan diam. Aku
bisa merasakan teman-teman ku berbahagia saat ini. Aku ingin melihat wajah
mereka. Namun sepertinya tidak mungkin.
Tapi, aku merasakan
hal lain yang datang. Aku harap bukan hal yang menyakitkan hati orangtua dan
juga teman-teman ku...
-eps 3-Perasaan
Buruk-
Midorima pun
memakai celemek dan menyalakan kompor. Menuangkan minyak kedalam wajan dan
menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan dia masak. Tidak lupa melepas tapping
di tangannya. Gayanya saja sudah seperti chef terkenal.
Dengan lihainya,
Midorima memotong daun bawang dengan cepatnya. Potongan yang sangat pas bahkan
tidak mengenai tangannya.
Sedangkan Takao
yang menunggu di ruang keluarga mendengar suara tok-tok-tok dari dapur. Ia jadi
makin tidak sabar dan sangat lapar. Karena ia masih belum makan malam. Bau
bahan-bahan makanan yang digoreng tambah membuatnya makin lapar. Suara perutnya
bahkan terdengar.
--
Setelah beberapa
menit. Midorima akhirnya selesai juga memasak.
“Ini” Midorima
menaruh dua mangkuk piring diatas meja kemudian kembali lagi ke dapur.
“Shin-chan ayo
buruan, aku sudah lapar...” entah suara Takao dibuat-buat atau tidak. Tapi ia
memang kelaparan.
“Jika kau tidak
sabar makanan mu tidak akan pernah datang nanodayo”
“Apa itu ancaman
he?”
“Ini” Midorima
langsung menyajikan lauknya di atas meja. Telur gulung dengan saus di atasnya.
“Whoa...” Takao
sweat drop melihat ini. Pertama kalinya ia melihat Midorima menyajikan masakan
buatannya. Terlihat begitu lezat.
Midorima pun duduk
di depan Takao. Setelah puas menata posisi duduknya menjadi rapi dan nyaman,
mereka pun memulai makan.
“Baiklah selamat
makan!” Takao terlihat kegirangan mengisi perutnya yang lapar. Ternyata memang
benar apa yang dipikirkan Takao, masakan buatan Midorima enak, bahkan melebihi
masakan buatannya. Sedangkan Midorima sekarang memulai makan dengan hati-hati
dan perlahan agar ia tidak tersedak atau semacamnya, memang kalau menyangkut
hal kerapian dan kedisiplinan, Midorima lah ahlinya.
“Rghh!... aku
kenyang..terimakasih makanannya..” dilihat dari suara sendawanya yang keras,
Takao sudah mengisi seluruh bagian perutnya. Sekarang perutnya penuh dengan
makanan yang ia makan. Kenyang.
“Perut mu akan
sakit jika kau memakannya dengan cepat seperti itu nanodayo...”
“Lagi-lagi
mengatakan hal bodoh? Hhm.. kau ini tidak bisa menikmati hal menyenangkan dalam
hidup mu ya?”
“Hal menyenangkan?...”
Midorima teringat
sesuatu dalam masa kecilnya. Ia memang tidak pernah melakukan satu pun hal yang
menyenangkan dalam hidupnya. Yang ia lakukan hanyalah membaca buku seperti yang
dilakukan orang di atas umurannya. Namun, ia tidak ingat mengapa ia melakukan
hal yang membuat hidupnya berubah seperti ini.
“Shin-chan... Oiy
Shin-chan!” Takao menjentikkan jarinya beberapa kali untuk menyadarkan Midorima
yang melamun.
“Huhm?”
“Lagi-lagi melamun
ya?”
“Terserah aku
nanodayo” Midorima kembali menyantap makanannya. Sedangkan Takao hanya
tersenyum melihat tingkah laku temannya yang satu ini. Semua tingkahnya, sifat
tsunderenya, poker face nya, hal itu yang membuat Takao betah menjadi teman
Midorima.
--
Setelah makan,
mereka pun duduk sejenak untuk membiarkan sejenak makanan di dalam perut mereka
agar turun. Sekarang baik Midorima maupun Takao tidak ada yang memulai pembicaraan.
Takao sedang sibuk melamun sambil menatap langit-langit, sedangkan Midorima
sibuk memainkan bolpoin di tangannya. Sepi.
“Ne.. Shin-chan”
Takao pun berusaha memulai pembicaraan agar suasana tidak runyam seperti ini.
“Apa?”
“Apa menurut mu aku
harus berhenti bermain basket?”
Mendengar kalimat
itu, Midorima menghentikan bermain bolpoinnya. Ia langsung menatap Takao.
“Apa maksud mu?
nanodayo”
“Yah.. mungkin apa
aku terlihat sakit atau bagaimana?”
“Kau terlihat sehat
saja”
“Kalau begitu jika
semisalnya beberapa minggu lagi atau bahkan besok tiba-tiba aku jatuh sakit.
Apakah aku harus keluar dan berhenti bermain basket?”
Jujur Midorima
kesal dengan pertanyaan Takao barusan. Takao tidak mungkin selemah itu. Bahkan
jika ia sakit, dia pasti akan memaksakan dirinya untuk bermain. Karena ia juga
pernah melakukannya dulu.
“Hh.. Takao, semua
kata-kata mu itu adalah doa. Jadi, jika kau mengatakan hal buruk seperti ini,
hal buruk itu akan terjadi. Lebih baik jangan katakan hal yang memang tidak
akan terjadi nanodayo. Dan juga, tim masih membutuhkan mu. Aku juga masih
mengharapkan mu partner...” untuk kalimat terakhir barusan, Midorima sedikit
membenarkan kacamatanya. Ia sepertinya gugup.
Takao melihat
Midorima. Perlahan wajahnya memerah dan senyuman muncul dari wajahnya. Ia
merasa sangat bahagia mendengar kata-kata yang tidak pernah ia dengar
sebelumnya.
“Shin-chan...”
“Huhm?”
“APA ITU BENAR??
TERIMAKASIH!!!” Takao langsung kegirangan dan bersiap memeluk Midorima.
Sedangkan Midorima dengan santainya menggeser kursinya sehingga Takao tidak
sampai memeluknya, melainkan jatuh membentur lantai.
“Aduh... Shin-chan!!..”
kata Takao dengan mengelus-elus kepalanya yang sakit.
Begitulah hari ini
berlalu. Ladang Matahari yang belum terjamah oleh orang lain hingga perkataan
tiba-tiba dari Midorima yang membuat Takao bahagia. Meskipun tidak banyak yang
terjadi, namun seperti berjuta-juta yang mereka lalui hari ini.
“Baiklah, aku
pulang dulu”
“He Shin-chan? Secepat
itu?”
“Orangtua ku bisa
khawatir jika aku tidak pulang nanodayo, dan juga...” Midorima menghentikan
jalannya “Besok kita harus berjuang... nanodayo”
Lagi-lagi senyuman
muncul dari wajah Takao “Iya”
“Kalau begitu
sampai besok” Midorima pun keluar dari rumah Takao yang hangat.
“Iya, hati-hati di
jalan ya!” kata Takao melambaikan tangannya hingga Midorima menutup pintunya.
Disaat itu lah pikiran Takao kembali ke pertanyaan yang ia tanyakan tadi.
Tentang ia akan berhenti bermain basket. Seperti akan ada suatu hal yang buruk
terjadi.
--bersambung—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar