Prolog :
Di dunia ini, aku bisa melihat seseorang bahagia dan merasakan kebahagiaan itu. Aku merasakan semua yang dirasakan teman-teman ku. Namun, entah mengapa aku tidak bisa mengeluarkan luapan kegembiraan ku.
Kadang jika aku sedih, aku tidak bisa mengeluarkan air mata ku. Bahkan aku tidak bisa berteriak. Sebenarnya, dunia apa kah ini? Apa kah aku bisa membuat kebahagiaan di sini?
-eps 2- Tempat Dimana Keajaiban Terjadi–
Takao langsung melepas sepatunya dan pergi berlari menuju sekumpulan bunga Matahari yang bergerombol. Ia terlihat sangat gembira dengan ini. Tingkahnya jadi seperti anak kecil yang riang gembira.
“Ayo Shin-chan! Kejar aku!!” teriak Takao yang sudah berada hampir di tengah sekumpulan bunga Matahari.
“Hmph.. aku tidak mau melakukan hal melelah kan seperti itu nanodayo...” kata Midorima sambil berbalik arah hendak pergi ke atas lagi.
“Huh?? Itu membuktikan bahwa kau lemah ya?!! Kau itu pemalas dan tidak mau bergerak seperti kuda nil kan??” Takao memanas-manasi.
Baiklah, kata-kata itu membuat Midorima sedikit tersinggung.
“Apa kau bilang Takao?!! Aku bukan pemalas nanodayo!!!”
“Kau tidak mau mengejar berarti kau tidak bisa berlari, karena kau pemalas..” kemudian Takao segera berlari.
“Oiy Tunggu kau Takao!!”
Rupanya usaha Takao untuk memanas-manasi Midorima berhasil. Midorima pun mengejar Takao karena merasa kesal. Menyusuri ladang bunga Matahari yang penuh dengan bunga Matahari. Memang susah berlari di tengah ladang bunga Matahari tanpa merusaknya.
Tanpa sadar, Midorima terbawa suasana sehingga mereka seperti bermain kejar-kejaran. Ia tidak merasakan sedikit pun lelah di dalam ladang itu. Sebaliknya, energinya untuk berlari seperti makin terisi kembali. Tanpa ia sadari juga, ia merasakan hal yang tidak pernah dirasakannya semenjak dulu. Kebahagiaan seperti ini, saat bermain dengan teman mu. Entah mengapa tiba-tiba ia merasakan kebahagiaan disini.
Midorima terus berusaha mengejar Takao sambil menyingkirkan beberapa tangkai bunga Matahari yang tinggi. Ia berusaha sebaik mungkin untuk tidak merusaknya dan karena itu juga ia tertinggal jauh di belakang Takao.
“Oiy Taka...” langkah Midorima terhenti ketika melihat ada sebuah tempat kosong yang di kelilingi bunga Matahari dan beralaskan rumput hijau layaknya karpet rasaksa.
“Bagaimana? Ini tempat ku bersama keluarga ku biasa bersantai. Benar-benar tempat yang pas bukan?”
“Ini?... kau sengaja menggiring ku ke sini ya?”
“Hehehe.. habisnya Shin-chan, dari pada hanya berdiam diri, lebih baik sedikit berlari kan? Tidak apa”
“Sedikit hah? Bagaimana kau bilang sedikit berlari jika kita sudah sejauh ini dari bukit lihat?!! Aku bahkan tidak melihat bukit di sekitar sini!”
“Huh? Kau ini, jangan pikir kan hal yang seperti itu, kau hanya membebani pikiran mu. Cepat berbaring lah dan pikirkan hal-hal positif di atas rumput ini...” kata Takao yang sudah berbaring di atas rumput.
“hah...?” Midorima memang merasa lelah karena sudah berlari. Mau tidak mau ia pun berbaring di atas rumput seperti apa yang dilakukan Takao.
Takao dan Midorima pun merasa kan ketenangan sejenak. Melihat langit yang mulai perlahan memerah karena senja. Angin sore menerpa mereka yang mulai memejamkan mata. Menikmati angin sore yang semilir dibubuhi kehangatan matahari senja. Waktu yang cocok untuk bersantai.
“Ne.. Shin-chan..” Takao memanggil Midorima sambil tetap memejamkan matanya.
“Hah? Ada apa?”
“Apa kau tidak pernah dengar tentang legenda di tempat ini?”
“Legenda? Pasti hal yang bodoh lagi nanodayo”
“Oy Oy.. bukan seperti itu dengar kan dulu...” Takao membuka matanya dan memandang langit. “Konon jika ada seseorang yang bersedih dan pergi ketempat ini seseorang itu akan bahagia.”
“...” Midorima sedikit berpikir dalam kepalanya. Mungkin hal ini juga benar juga jika di tempat ini bisa membuat orang bahagia. Tapi tetap saja ini tidak masuk akal.
“Dan juga.. jika kau berjanji di tempat ini, janji mu pasti akan kau tepati seumur hidup mu...” Takao pun langsung bangun dari berbaringnya. “Jadi..”
“Jadi apa?”
“Apa kau tidak ada sesuatu yang ingin kau janji kan?”
“Aku tidak mau melakukan hal bodoh itu disini nanodayo...” Midorima pun membalikkan badannya ke arah yang berlawanan dengan Takao.
“Baiklah kalau begitu terserah kau... ” Jawaban yang tidak biasa. Biasanya dia pasti merengek atau memaksa Midorima “Kalau aku ingin kau berjanji, jika aku telah tiada nanti, jadikan Shutoku sebagai tim basket terbaik...”
Midorima bangun dari baringannya. Ia langsung menoleh ke Takao sambil sedikit mencerna kata-kata yang diucapkan Takao.
“Oiy, kenapa kau mengatakan hal seolah-olah kau akan mati nanodayo?”
“Huh? Pftthahaha...!”
“Apa yang lucu?! nanodayo”
“Ini pertama kali nya aku melihat Shin-chan sekhawatir itu padaku” kata Takao sambil menyeka air mata yang keluar saat ia tertawa tadi.
“Aku tidak khawatir...”
“Lagi pula aku tiada juga bisa dalam artian lain. aku pindah tempat tinggal, atau aku pindah sekolah ke tempat lain. tapi bukan hanya itu saja.. bisa saja aku tiba-tiba sakit keras sepanjang tahun ini dan...”
“Oiy Takao! Jangan mengatakan hal yang bukan-bukan nanodayo!!” rupanya perkataan yang diucapkan Takao tadi membuat Midorima menjadi geram. Ia memang khawatir.
“Shin-chan?”
“Kau tau jika manusia berkata itu harus menjaga perkataannya, kalau tidak perkataan yang ia ucapkan akan terkabulkan. Sepertinya aku sudah memberitahukan mu soal ini berulang kali nanodayo..” kata Midorima sambil menepuk-nepuk dahinya.
“Ho? i..iya maaf-maaf hehehe... ngomong-ngomong soal janji ku yang tadi...” Takao menunjukan jari kelingkingnya kepada Midorima. “Kau tetap mau berjanji kan?”
“Hh.. dasar. Aku memang tidak mau melakukan hal yang memalukan seperti ini, tapi apa boleh buat.” Midorima membalas dan melengkungkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Takao. Hal ini membuatnya dan Takao tersenyum entah mengapa.
--
Takao terus mengayuh sepeda beserta gerobak yang membawa Midorima hingga larut. Mereka baru sampai rumah jam tujuh malam. Sekarang mereka sampai di depan rumah Takao. Rumah yang terlihat sepi dengan lampu yang belum dinyalakan. Wajar, karena Takao tinggal sendirian. Ibunya dirawat di rumah sakit semenjak beberapa bulan lalu karena sebuah penyakit yang dideritanya sudah lama.
“Nah sudah sampai, ano.. Shin-chan maaf ya aku hanya bisa mengantarkan mu sampai sini, aku harus cepat-cepat pulang karena lampu rumah ku belum di nyalakan. Lihat saja rumah ku tidak terlihat seperti itu haha..”
“Takao...” reaksi Midorima berubah. “Kau masih saja tinggal sendirian ya?”
“Uhm.. iya, Kau tau kan Ibu ku jatuh sakit saat Winter cup baru dimulai hingga saat ini. Jadi aku tinggal sendirian disini. Kakek dan Nenek sudah menjaganya di rumah sakit jadi mereka menyuruhku untuk tinggal dirumah.”
Setelah itu suasana tenang. Midorima tidak tau harus mengatakan apa. Baik Midorima dan Takao tidak ada yang memulai pembicaraan.
“Baiklah, aku pulang dulu, sampai nanti...”
“Tunggu!”
Takao menghentikan jalannya begitu mendengar panggilan Midorima.
“Ada apa Shin-chan?”
“Apa kan kau tidak keberatan jika aku berkunjung ke rumah mu sebentar?” kata Midorima dengan menggaruk-garuk kepalanya karena gugup.
Takao terdiam. Berusaha untuk mencerna kembali apa yang ia dengar. Ia mengerti apa yang dikatakan Midorima kemudian ia tersenyum.
“Baik...” kata Takao dengan antusiasnya. “Ini pertama kalinya Shin-chan berkunjung ke rumah ku”
“Jangan salah sangka nanodayo. Aku hanya ingin membalas budi terhadap tindakan mu tadi”
“Huh?”
“Aku sudah kalah Batu gunting kertas dengan mu dan kau tetap mengayuh sepeda untuk ku, aku yakin kau pasti kelelahan jadi... uhm..” Midorima sedikit gugup dan berdehem untuk membuatnya lebih tenang “Aku akan memasakan sesuatu untuk mu...”
“Hah?...pfft... BWAHAHAHA!!!!” lagi-lagi Takao tertawa terbahak-bahak hingga tidak kuat berdiri. Tangannya menggenggam dan memukul-mukul tanah.
“Apa yang lucu nanodayo!!!” wajah Midorima memerah.
“Habisnya... Shin-chan mengatakannya dengan gugup seperti itu hahaha!”
“Ya sudah kalau begitu aku pulang!” Midorima merasa sangat kesal dengan reaksi Takao yang tidak ia harapkan itu.
“Eh.. bercanda!... aku hanya bercanda kok~! hehe”
Takao pun memutar kunci pintu dan membukanya. Di dalam gelap sekali. Ia pun memasuki rumahnya dan bergegas mencari saklar lampu.
“Maaf Shin-chan, aku akan menyalakan lampu dulu ya... tunggu saja di sini..”
Midorima pun menunggu di depan pintu rumah Takao. Tiba-tiba lampu dari rumah menyala. Sekarang suasana lebih nyaman dari pada sebelumnya.
“Nah sudah, silakan masuk”
“Permisi..” Midorima pun memasuki rumah Takao. Melepas sepatunya di dalam. Sedangkan Takao menutup pintunya rapat-rapat agar angin malam tidak masuk. Malam ini memang cukup dingin.
“Kau ingin duduk sebentar? Duduk lah di ruang keluarga di sini, karena di ruang tamu cukup dingin”
Ruang keluarga Takao sangat luas. Ada sebuah sofa yang sangat empuk. Satu televisi di tengah. Buku-buku dibawah meja dan di rak buku. Radio, kipas angin, dan foto diatas meja. Dan juga ada altar ayahnya tentunya yang diletakan di pojok ruangan, lengkap dengan foto, bunga, dan sesajinya.
“Luasnya, tinggal di tempat ini sendirian apa kau tidak kesepian Takao?”
“Yah.. sebenarnya aku tinggal bersama nenek ku jika ia tidak menjaga ibu. Tapi kali ini ia aku suruh pulang saja seusai menjaga ibu, aku tidak ingin merepotkannya. Apalagi ia sudah tua.”
Midorima melihat ada banyak foto di buffet. Foto di saat Takao baru lahir hingga dewasa. Satu yang bisa ia lihat dari foto itu adalah bahwa Takao memang selalu ceria dan tersenyum dari ia kecil, beda jauh dengannya yang selalu cemberut bahkan tersenyum pun jarang.
Midorima mengangkat salah satu foto yang ada disana “Ini foto saat kau diladang bunga matahari itu ya?”
“Oh foto itu? iya, saat ayah ku menyuruh ku untuk memetik salah satu bunga Matahari disana”
“Kau selalu tersenyum seperti itu? aku iri padamu...” Midorima teringat sesuatu dengan keluarganya. Ia tidak pernah bercanda dengan Ibu atau Ayahnya. Bahkan di rumah kerjaannya dengan orangtua hanya marah-marah. Padahal bukan ini yang ia inginkan.
“Shin-chan?”
Midorima tersadar dari lamunannya “ Humm?”
“Kau jadi memasakan sesuatu untuk ku?”
“Hah?”
“Kau bilang kau ingin membalas budi?”
“Baiklah kalau begitu...” Midorima membenarkan kacamatanya “Akan kuberikan masakan terbaik ku”
-bersambung-
Prolog :
Aku merasakannya tapi tidak bisa mengungkapkannya. Di atas rumput ini aku terduduk dan diam. Aku bisa merasakan teman-teman ku berbahagia saat ini. Aku ingin melihat wajah mereka. Namun sepertinya tidak mungkin.
Tapi, aku merasakan hal lain yang datang. Aku harap bukan hal yang menyakitkan hati orangtua dan juga teman-teman ku...
-eps 3-Perasaan Buruk-
Midorima pun memakai celemek dan menyalakan kompor. Menuangkan minyak kedalam wajan dan menyiapkan bahan-bahan makanan yang akan dia masak. Tidak lupa melepas tapping di tangannya. Gayanya saja sudah seperti chef terkenal.
Dengan lihainya, Midorima memotong daun bawang dengan cepatnya. Potongan yang sangat pas bahkan tidak mengenai tangannya.
Sedangkan Takao yang menunggu di ruang keluarga mendengar suara tok-tok-tok dari dapur. Ia jadi makin tidak sabar dan sangat lapar. Karena ia masih belum makan malam. Bau bahan-bahan makanan yang digoreng tambah membuatnya makin lapar. Suara perutnya bahkan terdengar.
--
Setelah beberapa menit. Midorima akhirnya selesai juga memasak.
“Ini” Midorima menaruh dua mangkuk piring diatas meja kemudian kembali lagi ke dapur.
“Shin-chan ayo buruan, aku sudah lapar...” entah suara Takao dibuat-buat atau tidak. Tapi ia memang kelaparan.
“Jika kau tidak sabar makanan mu tidak akan pernah datang nanodayo”
“Apa itu ancaman he?”
“Ini” Midorima langsung menyajikan lauknya di atas meja. Telur gulung dengan saus di atasnya.
“Whoa...” Takao sweat drop melihat ini. Pertama kalinya ia melihat Midorima menyajikan masakan buatannya. Terlihat begitu lezat.
Midorima pun duduk di depan Takao. Setelah puas menata posisi duduknya menjadi rapi dan nyaman, mereka pun memulai makan.
“Baiklah selamat makan!” Takao terlihat kegirangan mengisi perutnya yang lapar. Ternyata memang benar apa yang dipikirkan Takao, masakan buatan Midorima enak, bahkan melebihi masakan buatannya. Sedangkan Midorima sekarang memulai makan dengan hati-hati dan perlahan agar ia tidak tersedak atau semacamnya, memang kalau menyangkut hal kerapian dan kedisiplinan, Midorima lah ahlinya.
“Rghh!... aku kenyang..terimakasih makanannya..” dilihat dari suara sendawanya yang keras, Takao sudah mengisi seluruh bagian perutnya. Sekarang perutnya penuh dengan makanan yang ia makan. Kenyang.
“Perut mu akan sakit jika kau memakannya dengan cepat seperti itu nanodayo...”
“Lagi-lagi mengatakan hal bodoh? Hhm.. kau ini tidak bisa menikmati hal menyenangkan dalam hidup mu ya?”
“Hal menyenangkan?...”
Midorima teringat sesuatu dalam masa kecilnya. Ia memang tidak pernah melakukan satu pun hal yang menyenangkan dalam hidupnya. Yang ia lakukan hanyalah membaca buku seperti yang dilakukan orang di atas umurannya. Namun, ia tidak ingat mengapa ia melakukan hal yang membuat hidupnya berubah seperti ini.
“Shin-chan... Oiy Shin-chan!” Takao menjentikkan jarinya beberapa kali untuk menyadarkan Midorima yang melamun.
“Huhm?”
“Lagi-lagi melamun ya?”
“Terserah aku nanodayo” Midorima kembali menyantap makanannya. Sedangkan Takao hanya tersenyum melihat tingkah laku temannya yang satu ini. Semua tingkahnya, sifat tsunderenya, poker face nya, hal itu yang membuat Takao betah menjadi teman Midorima.
--
Setelah makan, mereka pun duduk sejenak untuk membiarkan sejenak makanan di dalam perut mereka agar turun. Sekarang baik Midorima maupun Takao tidak ada yang memulai pembicaraan. Takao sedang sibuk melamun sambil menatap langit-langit, sedangkan Midorima sibuk memainkan bolpoin di tangannya. Sepi.
“Ne.. Shin-chan” Takao pun berusaha memulai pembicaraan agar suasana tidak runyam seperti ini.
“Apa?”
“Apa menurut mu aku harus berhenti bermain basket?”
Mendengar kalimat itu, Midorima menghentikan bermain bolpoinnya. Ia langsung menatap Takao.
“Apa maksud mu? nanodayo”
“Yah.. mungkin apa aku terlihat sakit atau bagaimana?”
“Kau terlihat sehat saja”
“Kalau begitu jika semisalnya beberapa minggu lagi atau bahkan besok tiba-tiba aku jatuh sakit. Apakah aku harus keluar dan berhenti bermain basket?”
Jujur Midorima kesal dengan pertanyaan Takao barusan. Takao tidak mungkin selemah itu. Bahkan jika ia sakit, dia pasti akan memaksakan dirinya untuk bermain. Karena ia juga pernah melakukannya dulu.
“Hh.. Takao, semua kata-kata mu itu adalah doa. Jadi, jika kau mengatakan hal buruk seperti ini, hal buruk itu akan terjadi. Lebih baik jangan katakan hal yang memang tidak akan terjadi nanodayo. Dan juga, tim masih membutuhkan mu. Aku juga masih mengharapkan mu partner...” untuk kalimat terakhir barusan, Midorima sedikit membenarkan kacamatanya. Ia sepertinya gugup.
Takao melihat Midorima. Perlahan wajahnya memerah dan senyuman muncul dari wajahnya. Ia merasa sangat bahagia mendengar kata-kata yang tidak pernah ia dengar sebelumnya.
“Shin-chan...”
“Huhm?”
“APA ITU BENAR?? TERIMAKASIH!!!” Takao langsung kegirangan dan bersiap memeluk Midorima. Sedangkan Midorima dengan santainya menggeser kursinya sehingga Takao tidak sampai memeluknya, melainkan jatuh membentur lantai.
“Aduh... Shin-chan!!..” kata Takao dengan mengelus-elus kepalanya yang sakit.
Begitulah hari ini berlalu. Ladang Matahari yang belum terjamah oleh orang lain hingga perkataan tiba-tiba dari Midorima yang membuat Takao bahagia. Meskipun tidak banyak yang terjadi, namun seperti berjuta-juta yang mereka lalui hari ini.
“Baiklah, aku pulang dulu”
“He Shin-chan? Secepat itu?”
“Orangtua ku bisa khawatir jika aku tidak pulang nanodayo, dan juga...” Midorima menghentikan jalannya “Besok kita harus berjuang... nanodayo”
Lagi-lagi senyuman muncul dari wajah Takao “Iya”
“Kalau begitu sampai besok” Midorima pun keluar dari rumah Takao yang hangat.
“Iya, hati-hati di jalan ya!” kata Takao melambaikan tangannya hingga Midorima menutup pintunya. Disaat itu lah pikiran Takao kembali ke pertanyaan yang ia tanyakan tadi. Tentang ia akan berhenti bermain basket. Seperti akan ada suatu hal yang buruk terjadi.
--bersambung—
Prolog :
Aku merasakan seperti ada angin yang tidak biasa menerpa rambut ku. Aku yakin musim dingin masih lama lagi. Tapi entah mengapa aku merasakan angin yang terasa sangat dingin. Tapi angin dingin ini tak biasa.
Kadang kala aku merasa rindu dengan kamar di rumah dan juga keluarga ku. Aku juga rindu pada semua teman-teman ku di sana. Di saat itu juga aku ingin menangis, namun aku tidak bisa. Aku lupa bagaimana cara ku untuk berekspresi. Menangis, tersenyum. Semua hal itu tidak bisa aku lakukan saat ini...
-eps4- Mimpi Buruk-
Di sebuah bak mandi di kamar mandi, di situ lah Midorima berendam dan menenangkan dirinya dari semua kegiatan melelahkan hari ini. Mulai dari pelajaran dari sekolah, hingga ia mengunjungi rumah Takao di akhir. Itu semua terasa melelahkan, apalagi Midorima yang tidak begitu suka bepergian. Ia pun memejamkan matanya dan membiarkan seluruh kepalanya terendam.
Midorima merasa sedikit tenang sekarang. Ia tidak bisa mendengar siapa pun di dalam air, meskipun keluarganya sedang berisik di ruang keluarga depan kamar mandi. Seluruh badannya ada didalam air.
Di saat itu juga, Midorima membayangkan sesuatu. Tentang apa yang terjadi hari ini. Ia melihat ladang bunga matahari dan juga ada seseorang di sana. Takao? Apa yang ia lakukan. Midorima mendekati sosok Takao yang sudah tidak jauh lagi darinya.
“Takao”
“Oh...” Takao berbalik “Shin-chan?”
“Apa yang kau lakukan di sini?”
“Hmm harusnya aku yang bertanya, kau diam-diam memata-matai ku ya?”
Midorima hanya membuang mukanya dan berkata “Aku tidak sengaja pergi ke sini nanodayo”
“He? Apa kah itu tsundere mu? Harus ku akui itu lebih kaku dari biasanya” ejek Takao.
“Aku bukan tsundere nanodayo!”
“Yah... aku pergi ke tempat ini, hanya untuk ....” tiba-tiba suara terakhir yang diucapkan Takao tidak terdengar di telinga Midorima.
“Hah? Kau bilang apa?”
Namun Takao sepertinya juga tidak mendengar apa kata Midorima. Ia langsung saja pergi meninggalkan Midorima. Midorima berusaha memanggil namun ia tidak bisa mengejar.
“Tunggu...” tiba-tiba Midorima sadar bahwa ia tertidur di dalam bak mandi “Uhuk!!! Uhuk!!!” ia tersedak banyak air saat di dalam air tadi. Ia bahkan tidak percaya akan tertidur di saat seperti ini.
Nafasnya terenggah-enggah. Dari kepalanya, timbul satu pertanyaan. Apa maksud dari mimpi ini? Apa kah ada maksud yang mendalam?... pertanyaan itu terus diulang dalam kepala Midorima yang mulai membingung.
--
keesokan harinya, di sekolah. midorima melihat jelas wajah Takao yang sedikit murung. Dalam hatinya bertanya-tanya, ada apa dengan Takao. Tapi untuk apa juga ia memperhatikan Takao hingga se-teliti itu. Biasanya juga tidak pernah. Ah, yasudahlah...
Midorima kembali memperhatikan pak guru yang menerangkan pelajaran di depan. Tapi, ia masih merasa terganggu. Tidak biasanya Takao setenang ini. Bahkan saat bel masuk kelas, ia tidak memanggil Midorima. Memang rasanya sepi bagi Midorima. Namun, lama-kelamaan hal ini membuatnya jengkel saja.
“Hey Takao..” panggil Midorima dengan perlahan.
“Ada apa Shin-chan?” jawab Takao dengan masih memperhatikan ke depan.
“Aku bolehkan, menginap di rumah mu malam ini?”
“Hah? Apa itu? apa sifat tsundere mu menghilang?”
“Aku tidak tsundere nanodayo” Midorima tambah jengkel dengan kata-kata Takao yang masih tidak melihat ke arahnya.
“Lagi pula untuk apa?”
“Besok minggu, aku juga ingin bertanya pada mu satu hal...”
“Kalau seperti itu, kenapa tidak tanya disini saja? Kan kita juga setiap hari bertemu kan? Lagi pula kau itu kenapa, kau terlalu perhatian dengan ku sampai seperti ini, lagi pula jarang-jarang juga kau berbicara dengan ku...”
Oke, kata-kata tadi membuat Midorima sangat kesal. Ia pun berdiri dari bangku nya saking kesalnya.
“BUKAN BEGITU NANODAYO!!!” sentaknya tanpa sengaja dan membuat seluruh kelas menghentikan aktifitasnya. Kemudian ia tersadar bahwa tingkah lakunya yang tiba-tiba itu membuat pelajaran terganggu.
“Tuan Midorima, Jika kau ingin mengatakan sesuatu katakan di depan!” sentak pak guru yang sedang mengajar di depan.
“M..maaf..” kata Midorima sambil membenarkan kacamata dan menahan malu. Seluruh kelas pun menertawakannya. Namun, lagi-lagi Midorima tersadar sesuatu bahwa hanya Takao yang tidak tertawa. Pandangannya tetap kosong tanpa ekspresi seolah-olah ada kejadian buruk menimpanya.
--
Hari ini serasa begitu sepi bagi Midorima. Takao tidak bisa di ajak berbicara. Ia selalu saja membuang muka setiap kali bertemu dengan Midorima. Jika biasanya hampir tiap waktu Takao berbicara dengan Midorima, entah mengapa kali ini tidak.
Setelah beberapa jam pelajaran, akhirnya bel pulang berbunyi. Midorima pun mengambil tasnya dan lucky item-nya hari ini berupa boneka kura-kura, dan bergegas meninggal kan bangkunya tanpa meninggal kan Takao. Tiba-tiba, ada sebuah tangan yang memegang pundaknya dan berusaha menghentikannya.
“Kau benar-benar akan menginap di rumah ku?” ini Takao.
Midorima langsung berbalik. “Huh... mengapa baru sekarang nanodayo?”
Tiba-tiba Takao tersenyum. Lama-kelamaan ia terlihat menahan tertawa. Dan akhirnya pun tertawa.
“Pfft.. Bwahaha!!” Takao tertawa sambil memegangi perutnya yang sakit karena tertawa.
“KENAPA KAU TERTAWA NANODAYO??!!”
“Habis nya... wajah Shin-chan!... bwahaha!! Aku tidak berbicara dengan mu seharian ini rupanya membuat mu segalau itu ya?...” kata Takao menyeka air mata yang keluar karena tertawanya.
“Sudahlah kau membuat ku kesal! Aku pulang saja nanodayo”
“Eh!” Takao langsung menarik tangan Midorima.”Maaf-maaf.. aku hanya bercanda... jangan seperti itu. Jika kau ingin menginap di rumah ku tidak apa...”
“Kau membuat ku kesal saja. Ekspresi mu hari ini membuat ku sedikit khawatir pada mu tau!”
“Hee? Rupanya memang benar sifat Tsundere mu sudah mulai hilang”
“Sudah kubilang dari awal kalau aku bukan Tsundere nanodayo..”
--
Hari menjelang sore. Kebetulan hari ini tidak ada latihan klub karena hari Sabtu. Midorima dan Takao bisa pulang lebih awal lagi. Kali ini mereka berjalan kaki. Takao lupa tidak membawa gerobak yang biasa ia pakai untuk membonceng Midorima.
“Maaf ya Shin-chan...”
“Minta maaf untuk apa nanodayo?”
“Aku lupa membawa gerobaknya hehe...” kata Takao sambil menggaruk kepala.
Midorima melihat jelas wajah Takao yang tersenyum polos itu. Ia sekarang merasa bahwa seharusnya ia lah yang meminta maaf. Ia selalu saja jadi orang yang di atas gerobak dan duduk santai. Sedangkan Takao hanya tersenyum menanggapinya dan selalu jadi yang mengayuh sepeda.
“Shin-chan.”
“Huh?”
“Ayo kita berangkat...”
“Oh.. iya...”
Mereka berdua pun berjalan menuju rumah Takao. Sepanjang perjalanan menuju rumah Takao, pikiran Midorima tidak setenang biasanya. Karena pikirannya yang tadi membuatnya sedikit tidak tenang dar biasanya.
--
Matahari sudah tergelincir di ufuk barat. Hari sudah sore dan hampir petang. Lampu-lampu di kota sudah dinyalakan. Lampu jalanan, rumah-rumah, dan toko-toko. Hari ini adalah akhir pekan. Banyak orang yang jalan-jalan di kota. Meskipun begitu jalanan tidak seramai biasanya.
Saat ini, Midorima sudah berada di dalam rumah Takao. Tepatnya di ruang tamu. Takao benar soal ruang tamu ini. Dingin. Meskipun begitu, lantai kayunya terasa hangat di kaki dan juga ada futon di depan TV mereka. Dan sinar lampunya juga membuat hangat.
Tiba-tiba, Takao datang membawa kue di atas nampan. Kue berbentuk bunga dan juga secangkir teh hijau di sebelahnya.
“Ini silakan..” kata Takao seraya menaruh nampan kayu itu di atas meja futon. Lalu ia menurunkan apa yang ada di atas nampan itu.
“Kau menyiapkan ini ya?”
“Aku kemarin membelinya karena aku merasa jika akan ada tamu suatu saat. Dan ternyata benar kan?”
Midorima dengan hati-hati mengambil cangkir berisi teh hijau itu.
“Selamat minum...” kemudian Midorima menyeruput air teh hijau yang ada di dalam cangkir.
Pada awalnya, ia tidak merasakan apa-apa. Tunggu, wajahnya memucat. Tiba-tiba nafas Midorima terenggah-enggah seperti orang tersedak.
“Uhuk!!uhuk!!” Midorima terbatuk-batuk sambil memukuli dadanya yang sesak.
“Shin-chan?!!” sedangkan Takao terlihat panik dan bingung hendak melakukan apa.
Kemudian Midorima pingsan seketika di ruangan itu.
--
Midorima tidak bisa melihat apa pun. Yang dilihat nya hanyalah hitam. Gelap gulita dan tidak ada siapa pun di sana.
“Shin-chan...” tiba-tiba, suara Takao membangunkan Midorima.
Midorima pun perlahan sadar dan membuka matanya. Ia perlahan mengangkat tubuhnya yang tadinya terbaring di kasur. Memegangi kepalanya yang sedikit pening akibat terbentur di lantai tadi.
“S..Shin-chan, AKU MINTA MAAF!!!” Takao langsung membungkukan badannya berulang-ulang kali menyesali perbuatannya.
“Hah? Apa maksud mu? nanodayo” kata Midorima yang bingung melihat temannya yang satu ini langsung berteriak-teriak minta maaf.
“Maaf kan aku, tadi teh hijau ku membuat mu pingsan ya? Maaf..” kata Takao sambil menyatukan dua tangannya.
“Hhh.. memangnya kau memasukan apa kedalamnya...”
“Uhm.. bahan yang biasa... Daun Teh hijau, sedikit gula mungkin, karena aku takut jika tehnya terlalu pahit...”
“Teh hijau memang pahit nanodayo!” kata Midorima menahan amarahnya.
“..dan juga aku memasukan tablet vitamin 10 buah, dan juga suplemen ke dalamnya..” entah mengapa wajah Takao terlihat polos ketika mengatakan hal itu.
Dalam pikiran, Midorima hanya bisa menahan amarahnya sambil berkata dalam hati ‘Dia mau membunuh ku nanodayo..’.
“Aku minta maaf... sebagai tanda minta maaf ku, ini..” Takao memberikan semangkuk berisikan nasi goreng dengan telur di atasnya.
Midorima hanya bisa menelan beberapa air liurnya. Ia takut jika ia menolak pasti akan sangat tidak sopan, apalagi ini adalah tanda minta maaf. Tapi jika ia makan, ia juga tidak bisa menjamin bahwa ia akan selamat atau tidak.
“Shin-chan? Kau mau kan?”
“Ehmm.. iya..” Midorima dengan ragu-ragu mengambil mangkuk itu. “Selamat makan...” kata Midorima sedikit ketakutan.
Perlahan ia mencapit beberapa butir nasi dengan sumpit. Mengarahkan nasi itu kedalam mulutnya. Kemudian mengunyahnya.
“Bagaimana?”
Midorima kembali terkejut. “Ini..”
Takao kebingungan melihat wajah Midorima yang seperti ini. Tidak biasanya Midorima membuat wajah sebahagia itu.
“Enak nanodayo...”
Takao tersadar dengan ucapan Midorima. Ia tersenyum karena mendengar itu. “Terimakasih...” kata Takao yang wajahnya sedikit memerah.
--
Akhirnya malam pun datang. Midorima dan Takao sudah bersiap dengan baju yang biasa mereka pakai untuk tidur. Takao mengenakan kaos hitam lengan pendek dan celana pendek. Sedangkan Midorima memakai piyama dan topi tidurnya, tidak lupa membawa boneka lucky itemnya, boneka kura-kura.
“Baiklah Shin-chan, kau tidur di kasur hari ini..”
“Kenapa aku? Nanodayo, kau kan tuan rumahnya jadi...”
“Yah.. anggap saja ini sebagai minta maaf ku atas kejadian tadi. Kau juga bisa sakit akibat kesalahan ku tadi jika kau tidur di lantai.”
“Soal itu...”
Tiba-tiba entah mengapa semua terdiam. Midorima seperti kehabisan kata-kata lagi. Tiba-tiba ia teringat sesuatu yang terjadi tadi pagi.
“Soal pagi tadi, ada apa?”
“Apa maksudmu Shin-chan?”
“Kau terlihat murung seperti itu... ada apa ? nanodayo”
“Hahaha, aku rasa aku memang tidak bisa menjaga rahasia dari mu ya? Baiklah aku akan menjelaskan. Kau tau kan, Ibu ku sudah lama di rawat inap di rumah sakit Tokyo. Ia selalu teringat bagaimana kehebatan Ayah ku dalam bermain basket. Tapi, bisa jadi ia berharap tidak pernah melihat Ayah ku saat bermain basket...” tiba-tiba, reaksi Takao berubah.
“Ada apa?”
“Aku... maaf..” air mata Takao tiba-tiba keluar perlahan. “Aku benci mengatakan ini, tapi... Ayah ku meninggal karena bermain basket, ia cedera di kaki akibat tergelincir. Dan ternyata luka dalam yang di derita ayah ku membuatnya terserang infeksi... meskipun ia bisa bertahan beberapa hari, namun infeksi itu sangat cepat menyebar sehingga ayah... meninggal...”
Midorima hanya terdiam.
“Saat itu aku sempat membenci basket. Namun, aku terlanjur suka pada basket sehingga aku selalu dan selalu berlatih. Sehingga aku menyukainya lagi. Tapi, sepertinya akan ada hambatan lagi...”
“Apa itu? nanodayo”
“Ibu ku.. dia..” Takao mengangkat kepalanya yang tadinya menunduk sambil mengusap air matanya “Dia menyuruhku berhenti bermain basket...”
Midorima terkejut mendengar kalimat itu. Apa kah ini rahasia yang selama ini di sembunyikan Takao.
--bersambung—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar