-eps 7 – Surat Misterius –
Midorima menunggu Takao dan terduduk di kursi sebelah
ranjang Takao. Tidak ada siapa pun disana, hanya ia dan suara mesin ukur detak
jatung. Ia masih tidak bisa memberitahukan hal ini kepada nenek ataupun sanak
saudara Takao yang lain. ia takut jika mereka shock ataupun panik mendengar hal
ini. Ia sadar bahwa ia seharusnya tidak sepanik ini, tapi Takao baru saja
kehilangan orang yang sangat ia cintainya.
Perlahan mata Takao bergerak. Kelopak matanya mulai
terbuka meskipun masih terbuka setengah.
“Takao?” Midorima melihat jelas hal itu, ia merasa lega
sekarang.
“Shin-chan?” jawab Takao dengan lemas. Ia mencoba untuk
bangun dari baringannya. Midorima yang melihat hal ini langsung berusaha
berjaga-jaga karena tubuh Takao masih lemas dan butuh istirahat. Tak seharusnya
ia bangun dari baringannya sekarang. Namun, ia terlihat memaksakan dirinya.
Takao melihat ke tangan kanannya yang di perban. Ia
kemudian teringat kejadian tadi saat ia berusaha melukai pergelangan tangannya.
“Hh.. kenapa kau menyelamatkan ku?”
Midorima terkejut mendengar perkataan itu dari mulut
Takao. “Apa yang kau katakan Takao?”
“Kau bahkan meninggalkan logat bodoh mu itu ha? Apa itu
karena kau khawatir pada ku?” kata Takao dengan sedikit mengejek. Tangan Takao
pun mulai merabah infus di tangan kirinya. Ia berniat untuk mencabut infusnya.
Midorima yang melihat ini langsung dengan cepat menarik tangan Takao.
“Apa yang ingin kau lakukan?!!”
“Lepaskan aku!!!”
“Tindakan bodoh apa yang membuat mu jadi seperti ini
naodayo?!!! APA KAU SADAR BANYAK ORANG YANG MASIH MEMBUTUHKAN MU DI SINI !!!”
Seketika, Takao pun terdiam seolah-olah membeku.
“Miyaji-san, Kimura-san, dan juga Otsubo-san! Mereka
masih membutuhkan mu!! Bahkan seluruh tim pun membutuhkan mu nanodayo!!”
Perlahan air mata Takao mulai menetes dan membasahi
pipinya menuju dagunya.
“Aku... aku telah melanggar janji ayah ku...” Takao pun
menundukkan kepalanya di hadapan Midorima. “...Aku telah membuat ibu ku kecewa
bahkan sebelum ia pergi.. untuk selamanya... aku tidak bisa meminta maaf lagi
kepadanya...”
“Takao...” Midorima pun sedikit tersentak saat Takao
dengan tiba-tiba memeluknya.
“Maaf..” perkataan Takao tersedu-sedu karena tangisannya.
“Maaf.. Shin-chan..”
Midorima pun membalasnya dengan memeluknya balik. “Aku
juga minta maaf... Takao”
Mereka berdua pun kembali akrab lagi. Bahkan Takao sudah
bisa bercanda sore itu. Midorima mengeluarkan senyumannya. Ia tidak pernah
merasa sebahagia ini sebelumnya. Padahal sebelumnya ia tidak pernah tersenyum
walaupun Takao bercanda dengannya.
--
“Takao, kalau begitu aku pulang dulu nanodayo. Hari sudah
malam, Ibu akan mengkhawatirkan ku nanti. Aku sudah menelphone nenek mu jadi
tunggu beberapa saat, mungkin sekitar tiga puluh menit lagi sampai nanodayo.”
Midorima bersiap membawa tasnya dan gantungan kunci lucky itemnya.
“Hah? Kau akan pulang? Padahal kau baru saja sampai di
sini kan?”
“Aku sudah di sini selama tiga jam nanodayo. Jika kau
saja tidak bertindak kelewatan seperti tadi!!”
“Hehe.. maaf.”
“Jangan minta maaf dengan wajah polos mu itu nanodayo!!”
Midorima semakin kesal ketika melihat Takao meminta maaf dengan wajahnya yang
polos itu. “Kalau begitu aku pulang dulu nanodayo” Midorima membuka pintu kamar
itu.
“Iya, hati-hati ya”
“Jaga dirimu Takao..” kata Midorima kemudian bergegas
menutup kembali pintu. Takao terkejut mendengar kata itu dari Midorima. Ini
pertama kalinya Midorima berkata seperti itu. Membuat Takao sedikit tertawa di
atas kasurnya.
“Haha.. dasar Shin-chan bodoh..”
--
Sepanjang perjalanan pulang di dalam bus kota, Midorima
hanya memikirkan kejadian hari ini. Terlebih lagi Takao. Ia tidak menyangka
jika Takao bisa pulih secepat itu. Meskipun begitu, ia masih khawatir dengan
Takao karena kejadian tadi siang.
Setelah sekitar satu jam perjalanan, Midorima pun sampai
di halte tujuannya. Ia turun di sana lalu berjalan pulang. Rumahnya tidak
begitu jauh dengan jalan kota. Tapi dari halte lumayan jauh.
Setelah limabelas menit berjalan, Midorima akhirnya
sampai di depan rumahnya. Ia mengetuk pintu kayunya yang besar kemudian membukanya.
“Aku pulang..”
“Selamat datang Shintarou..” sahut Ibu yang sedang
menonton TV di ruang keluarga. “Kau lama?”
“Maaf aku lama, tadi teman ku...” Midorima sadar jika
kata-katanya nanti bisa membuat ibunya terkejut dan pasti akan bertanya-tanya.
“He.. ada apa?”
“O..ouhm.. tidak apa nanodayo, tadi aku hanya mampir ke
rumah Takao”
“Oh.. Takao-kun ya?” Ibu pun berdiri dari sofa dan
menghampiri Midorima. “Kau dan Takao-kun rupanya sangat cocok ya? Tidak heran
mereka memasangkan mu dengan Takao-kun saat bermain basket..”
“Ti..tidak begitu nanodayo..”
“Tapi kali ini kau harus lebih sering memperhatikannya..”
“Kenapa?”
“Ibu Takao sudah tiada dan dia tinggal sendiri sekarang..
dia juga masih SMA dan mungkin juga belum bisa menjaga dirinya sendiri. Jadi
dia butuh teman seperti mu”
Midorima termenung “begitu ya..”
“O..iya, tadi ada seseorang yang memberikan surat kepada
mu.”
“Surat?”
“Iya, seorang laki-laki tua. Ia memakai jubah sehingga
aku tidak begitu mengenalinya. Suratnya belum aku baca tapi sudah aku taruh di
meja mu.”
“Akan kulihat surat dari siapa itu nanodayo” Midorima pun
menaiki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua.
Ia membuka pintu kamarnya. Semua masih tertata rapi.
Selimut yang terlipat rapi layaknya di hotel. Buku-buku di dalam rak buku yang
tersusun rapi. Grand Piano yang tertutup. Dan juga boneka bekas-bekas lucky
itemnya. Kamar yang cukup rapi, untuk sebuah kamar laki-laki.
Midorima melihat sepucuk surat itu di atas meja
belajarnya. Surat berwarna putih dan nama yang tidak di tulis dengan benar
sehingga menjadi sulit membacanya. Perlahan isi surat itu dibacanya.
‘Kepada Midorima Shintaro.
Terimakasih telah membuat Kazunari bahagia dan ceria
kembali.
Pada awalnya aku tidak menyangka bahwa ia akan pulih
secepat ini.
Tapi karena bantuan mu, dia jadi bahagia kembali. Padahal
dia dulu itu cengeng sekali.
Maaf jika aku hanya bisa mengirimkan mu surat ini. Satu
lagi, sekarang nyawa Kazunari dilindungi oleh ladang bunga Matahari yang sering
ia datangi. Jadi tenang saja, selama ladang itu masih ada, Kazunari akan
baik-baik saja.’
Midorima agak bingung dengan maksud terakhir isi surat
ini. Ia bingung siapa yang mengirimnya. Kenapa ia bisa tau tentang Takao dan
ladang bunga Matahari itu. Dan juga kenapa ia memanggil Takao dengan nama
kecilnya.
‘Aku rasa sudah cukup sampai di sini. Satu permintaan
lagi, tolong jaga Kazunari. Aku mempercayakan pada mu nak...’
Sekian dari surat itu. Midorima masih bingung dengan
maksud dan siapa orang yang menulis surat ini. Kanji di dalam nama itu tidak
tertulis dengan benar dan acak-acakan, jadi ia tidak bisa membacanya.
--bersambung—